JAKARTA: Perbankan syariah di wilayah Asia Timur perlahan-lahan mulai berkembang, tetapi memerlukan tindakan lebih dari para regulator dalam merancang regulasi hukum dan kerangka perundang-undangan untuk dapat mengembangkan segmen ini sehingga dapat memiliki pangsa pasar yang signifikan di kawasan tersebut,” dikutip dari laporan Moody’s Investors Service yang dipublikasikan baru-baru ini.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa di samping Malaysia, dimana jumlah aset perbankan syariahnya sudah mencapai 15,4% (sekitar US$ 62 milIar) dari jumlah keseluruhan aset sistem perbankannya, penetrasi pasar di wilayah-wilayah lain terkesan sedikit lambat.
Sebagai contoh, pada saat perbankan syariah telah mencapai tingkat penetrasi pasar yang relatif tinggi di Brunei dan mengalami pertumbuhan aset yang sangat pesat di Indonesia (walaupun dengan proporsi yang masih kecil terhadap industri), ketersediaan pelayanan sistem perbankan syariah di wilayah-wilayah seperti Filipina, Singapura, dan Thailand tetap masih kurang sebanding, terutama jika dilihat dari jumlah asetnya.
“Malaysia dengan tingkat populasi umat Muslim yang hampir 60% dari keseluruhan populasinya, secara alamiah telah memiliki potensi bisnis untuk aktivitas perbankan syariah. Akan tetapi, bagaimanapun juga, reformasi pada sistem pemerintahannya yang telah berlangsung selama dua puluh sampai tiga puluh tahun terakhir inilah yang telah banyak membantu pembentukan regulasi hukum, kerangka perundang-undangan, dan institusi-insitusi yang diperlukan bagi perkembangan industri tersebut,” kata Christine Kuo, analis Moody’s dan penulis laporan tersebut.
Dibandingkan dengan Indonesia, dimana pangsa pasar perbankan syariah masih kurang dari 2% (sekitar US$ 3 milyar) kendati dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat selama beberapa tahun belakangan ini. Rendahnya penetrasi tersebut, menurut Moody’s, sangat mungkin bertalian dengan lambatnya langkah-langkah perubahan yang diambil sehubungan dengan pembentukan
perangkat regulasi hukum dan institusi-institusi, walaupun beberapa perubahan-perubahan penting kelihatannya telah dipersiapkan dan masih menunggu momentum yang tepat.
“Dalam jangka panjang, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, dimana Indonesia merupakan rumah dari lebih dari 200 milyar umat Muslim, populasi umat Muslim yang terbesar di dunia,” kata Christine, seraya menambahkan,
Akan tetapi, sejalan dengan berkembangnya perbankan syariah, mereka akan dihadapkan dengan tantangan yang saling bertalian, yaitu mengatur tingkat pertumbuhan yang sangat pesat sedangkan di saat yang sama harus berkompetisi dengan bank-bank konvensional.
Tantangan pertama di atas meliputi risiko-risiko yang umumnya dihadapi oleh institusi-institusi keuangan berbasis syariah, seperti adanya konsentrasi risiko sehubungan dengan terbatasnya ruang lingkup aset-aset yang dapat memenuhi kualifikasi syariah, biaya yang lebih tinggi untuk mengelola likuiditas, dan konsentrasi pada sisi kewajiban. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan lebih baik apabila perbankan syariah tidak berada dalam tekanan untuk meningkatkan jumlah asetnya dalam waktu yang terlalu cepat.
“Menurut kami, rata-rata peringkat ketahanan finansial bank (Bank Financial Strength Ratings/BFSR) perbankan syariah di wilayah Asia Timur cenderung lebih rendah dari rata-rata perbankan konvensional di masing-masing negara tersebut, yang disebabkan karena biaya yang lebih tinggi untuk pemenuhan regulasi hukum berbasis syariah dan masih kurangnya economies of scale perbankan syariah. Akan tetapi, peringkat untuk deposito dan surat hutang perbankan syariah dapat secara signifikan lebih tinggi dari peringkat yang diindikasikan oleh BFSR mereka. Hal tersebut disebabkan adanya dukungan dari induk perusahaan (parents) dan pihak regulator,” kata Christine. (dj)
Laporan tersebut juga mencatat bahwa di samping Malaysia, dimana jumlah aset perbankan syariahnya sudah mencapai 15,4% (sekitar US$ 62 milIar) dari jumlah keseluruhan aset sistem perbankannya, penetrasi pasar di wilayah-wilayah lain terkesan sedikit lambat.
Sebagai contoh, pada saat perbankan syariah telah mencapai tingkat penetrasi pasar yang relatif tinggi di Brunei dan mengalami pertumbuhan aset yang sangat pesat di Indonesia (walaupun dengan proporsi yang masih kecil terhadap industri), ketersediaan pelayanan sistem perbankan syariah di wilayah-wilayah seperti Filipina, Singapura, dan Thailand tetap masih kurang sebanding, terutama jika dilihat dari jumlah asetnya.
“Malaysia dengan tingkat populasi umat Muslim yang hampir 60% dari keseluruhan populasinya, secara alamiah telah memiliki potensi bisnis untuk aktivitas perbankan syariah. Akan tetapi, bagaimanapun juga, reformasi pada sistem pemerintahannya yang telah berlangsung selama dua puluh sampai tiga puluh tahun terakhir inilah yang telah banyak membantu pembentukan regulasi hukum, kerangka perundang-undangan, dan institusi-insitusi yang diperlukan bagi perkembangan industri tersebut,” kata Christine Kuo, analis Moody’s dan penulis laporan tersebut.
Dibandingkan dengan Indonesia, dimana pangsa pasar perbankan syariah masih kurang dari 2% (sekitar US$ 3 milyar) kendati dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat selama beberapa tahun belakangan ini. Rendahnya penetrasi tersebut, menurut Moody’s, sangat mungkin bertalian dengan lambatnya langkah-langkah perubahan yang diambil sehubungan dengan pembentukan
perangkat regulasi hukum dan institusi-institusi, walaupun beberapa perubahan-perubahan penting kelihatannya telah dipersiapkan dan masih menunggu momentum yang tepat.
“Dalam jangka panjang, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, dimana Indonesia merupakan rumah dari lebih dari 200 milyar umat Muslim, populasi umat Muslim yang terbesar di dunia,” kata Christine, seraya menambahkan,
Akan tetapi, sejalan dengan berkembangnya perbankan syariah, mereka akan dihadapkan dengan tantangan yang saling bertalian, yaitu mengatur tingkat pertumbuhan yang sangat pesat sedangkan di saat yang sama harus berkompetisi dengan bank-bank konvensional.
Tantangan pertama di atas meliputi risiko-risiko yang umumnya dihadapi oleh institusi-institusi keuangan berbasis syariah, seperti adanya konsentrasi risiko sehubungan dengan terbatasnya ruang lingkup aset-aset yang dapat memenuhi kualifikasi syariah, biaya yang lebih tinggi untuk mengelola likuiditas, dan konsentrasi pada sisi kewajiban. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan lebih baik apabila perbankan syariah tidak berada dalam tekanan untuk meningkatkan jumlah asetnya dalam waktu yang terlalu cepat.
“Menurut kami, rata-rata peringkat ketahanan finansial bank (Bank Financial Strength Ratings/BFSR) perbankan syariah di wilayah Asia Timur cenderung lebih rendah dari rata-rata perbankan konvensional di masing-masing negara tersebut, yang disebabkan karena biaya yang lebih tinggi untuk pemenuhan regulasi hukum berbasis syariah dan masih kurangnya economies of scale perbankan syariah. Akan tetapi, peringkat untuk deposito dan surat hutang perbankan syariah dapat secara signifikan lebih tinggi dari peringkat yang diindikasikan oleh BFSR mereka. Hal tersebut disebabkan adanya dukungan dari induk perusahaan (parents) dan pihak regulator,” kata Christine. (dj)
---
Latihan & Perundingan: www.alfalahconsulting.com
Perunding, Pensyarah & Motivator: www.ahmad-sanusi-husain.com
Perunding, Pensyarah & Motivator: www.ahmad-sanusi-husain.com
Pelaburan Saham Amanah Islam: www.islamic-invest-malaysia.com
No comments:
Post a Comment