Terkini

Sunday, 6 July 2014

Indonesia: Di Mana Konsep Ekonomi Islam Dalam Visi Para Capres?


Jakarta - Hiruk pikuk kampanye pemilihan presiden telah menyelimuti negeri tercinta Indonesia, negeri yang sebagaian orang mengatakan secuil surga yang diturunkan dari langit (as-sama’i) sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi dan baldatun thayyibattun warrabbun ghofur. Bagaimana tidak gemah ripah karena semua yang ada di dalamnya menghasilkan nilai ekonomi yang sungguh luar biasa besarnya tersebar dari Sabang-Merauke. Di atas tanahnya tumbuh subur hutan-hutan, kelapa sawit, dan masih banyak tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi, sementara kandungan di dalam terdapat semua sumber mineral yang tidak semua negara memilikinya.


Pertumbuhan ekonomi yang terus bertumbuh mencerminkan dan merupakan bukti dari kondisi di atas, perekonomian Indonesia yang dikelola secara konvensional atau kapitalis berorientasi bagaimana mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi individu atau korporasi dengan melegalkan semua cara seperti merusak lingkungan, berlakunya bunga bank yang riba, masih memegang mayoritas penguasaan pasar sistem perekonomian Indonesia. Bagaimana dengan sistem Ekonomi Islam?

Ekonomi Islam

Sistem perekonomian Islam memberikan solusi terbaik agar ke depan perekonomian Indonesia tidak hanya bertumbuh tapi juga membawa keberkahan bagi warganya, dengan mampu menjaga keseimbangan dalam muamalah di antara stakeholder dan hubungan dengan Allah Tuhan sang Malik (pemilik alam semesta). Penguasaan pasar sistem perekonomian Islam masih relatif kecil (sekitar 5 %) dalam usia hampir 22 tahun (se-usia bank Muamalat), namun patut dicatat bahwa dengan pertumbuhan yang mencapai angka dua digit per tahun maka para pelaku ekonomi Islam optimistis ke depan perlahan tapi pasti penguasaan pangsa pasar atau Market share akan mencapai diatas 10 %.

Sayang dalam visi dan misi para kandidat presiden belum secara terbuka akan mengembangkan sistem perekonomian secara Islami. Padahal sistem ekonomi Islam menawarkan solusi terbaik dalam menghantar bangsa ini menjadi bangsa yang adil, makmur dan mandiri. Prabowo Subianto, kandidat presiden menuliskan visi ekonominya terus bertumbuh sebesar 7 % - 10%, sehingga angka pendapatan perkapita mencapai Rp 35 juta sampai Rp 60 juta dalam lima tahun kedepan. Sementara Joko Widodo, menekankan bagaimana mengurangi angka kemiskinan menjadi 5 % sampai 6 % pada tahun 2019 dari angka 11,7% pada tahun lalu, hal ini berarti juga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun ke depan. 

Ironis memang di negeri yang mayoritas muslim, para kandidat tidak ada yang secara terbuka menyatakan akan terus membangun, mengembangkan sistem ekonomi yang berbasiskan Islam, sebuah sistem yang telah terbukti membawa kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran bagi semua umat baik muslim atau non-muslim. Tentunya menjadi pertanyaan, apakah karena pengaruh para pengusaha yang sedang menikmati hasil dari sistem konvensional atau karena phobia dengan Islam. So, di mana posisi sistem Ekonomi Islam?

Pasar Muslim

Indonesia sebagai negara berpenduduk beragama Islam terbesar di dunia. Hal ini berarti potensi pasar yang sangat besar dalam pengembangan sistem ekonomi Islam. Harusnya para kandidat melihat potensi ini sebagai salah satu strategi dalam proses pemenangan karena disadari atau tidak bahwa umat Islam merupakan pemilih terbesar dan masif masih memegang teguh sifat mana yang mendukung calon yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Semoga para kandidat atau tim sukses melihat situasi dan kondisi ini.


(Detik Ramadhan / 06 Julai 2014)
---
Latihan & Perundingan: www.alfalahconsulting.com 
Perunding & Motivator: www.ahmad-sanusi-husain.com 
Pelaburan Saham Amanah Islam: www.unit-amanah-islam.com 
Islamic Unit Trusts Investment: www.islamic-invest-malaysia.com

No comments:

Post a Comment