Terkini

Saturday 16 February 2008

Bunga Menurut Pandangan Filosof dan Agama-agama

Sekitar dua dasawarsa (20 tahun) menjelang abad 21, ratusan bank-bank syariah di dunia internasional, meraih sukses dan kemajuan luar biasa.Bunga Meneurut Pandangan Filosof dan Agama-agama Oleh Agustianto Sekitar dua dasawarsa (20 tahun) menjelang abad 21, ratusan bank-bank syariah di dunia internasional, meraih sukses dan kemajuan luar biasa. Bank-bank Islam yang menghapuskan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil, jual beli dan ijarah, ternyata sangat ampuh dan tangguh menghadapi gejolak krisis moneter dan bisa meraup keuntungan bisnis. Dengan majunya bank-bank syariah tanpa bunga, maka otomatis hukum bunga bank yang pernah diperselisihkan dan diperdebatkan, menjadi tergugat kembali. Kalau dulu, ada ulama yang menerima dan membolehkan bunga dengan alasan darurat atau memandangnya sebagai suatu keharusan agar bank bisa hidup dan memperoleh untung, maka di zaman ini, alasan darurat atau anggapan keharusan bunga itu, telah hilang sama sekali. Sebab telah menjadi fakta, bahwa ternyata bank-bank Islam tanpa bunga dapat berkembang dan menunjukkan prestasi besarnya dalam meraih keuntungan. Tegasnya, tidak ada lagi alasan darurat bagi kebolehan bunga bank, sebab bank-bank syariah telah hadir di sekitar kita. Tulisan ini akan memaparkan bunga dalam perspektif historis, pendapat para filosof Yunani tekemuka dan pandangan agama-agama samawi dengan harapan tulisan ini akan memberikan keyakinan kepada umat Islam bahwa larangan praktik bunga telah diajarkan sepanjang sejarah manusia dan oleh semua agama samawi, oleh karena itu praktik bunga ini harus kita tinggalkan. Bunga dalam lintasan sejarah Menurut pakar sejarah ekonomi, kegiatan bisnis dengan sistem bunga telah ada sejak tahun 2.500 sebelum masehi, baik Yunani kuno, Romawi kuno, dan Mesir kuno. Demikian juga pada tahun 2000 sebelum masehi, di Mesopotamia (wilayah Iraq sekarang) telah berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 tahun sebelum masehi Temple of Babilion mengenakan bunga sebesar 20% setahun. Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan uang yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato (427-345 SM), dalam bukunya LAWS , juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktik yang dzholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai dan penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya). Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis riel. Dua filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof Yunani tentang bunga. Selanjutnya, pada tahap-tahap awal, kerajaan Romawi kuno, juga melarang keras setiap pungutan atas bunga dan pada perkembangan berikutnya mereka membatasi besarnya suku bunga melalui undang-undang. Kerajaan romawi adalah negara pertama yang menerapkan peraturan tentang bunga untuk melindungi para konsumen. Kebiasaan bunga juga berkembang di tanah Arab sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasul. Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Arab cukup maju dalam perdagangan. Hal ini digambarkan al-Qur’an dalam surah al-Quraisy dan buku-buku sejarah dunia. Bahkan kota Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur-jalur perdagangan dunia Eropa, dan Afrika, India dan China, serta Syam dan Yaman. Suatu hal yang tak bisa dibantah, bahwa dalam rangka menunjang arus perdagangan yang begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai guna menunjang kegiatan produksi dan perdagangan. Jadi peminjaman modal untuk perdangan dilakukan dengan sistem bunga. Tegasnya pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha-usaha produktif. Sistem bunga inilah selanjutnya yang dilarang Al-Quran secara bertahap. Ayat al-Qur’an surat Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang berlipat ganda, belum selesai (tuntas). Sebab setelah itu, turun lagi ayat tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (QS 2: 275: 279). Bunga menurut agama- agama A) Agama Yahudi Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi, Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin di antara kamu, maka janganlah enkau berlaku seperti orang penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup di antaramu”. Pasal tersebut dengan tegas melarang praktik bunga bagi orang Yahudi. Namun, orang Yahudi suka membuat helah dengan menafsirkan pasal tersebut sesuai dengan nafsunya. Menurut mereka, bunga hanyalah terlarang kalau dilakukan sesama Yahudi, dan tidak dilarang bila dipraktikkan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka mengharamkan bunga sesama mereka, tetapi menghalalkannya pada pihak lain. Sikap perbutan itu dikecam al- Qur’an sebagai perbuatan yang dzhalim dan batil ( QS.160-161). b)Agama Nasrani Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab Deuteronomiy pasal 23 ayat 19."Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang dibungakan". Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam Injil Lukas ayat 34 disebutkan. "Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyakan."


Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa umat non-muslimpun harus menyambut baik bank tanpa bunga. Hal ini karena bank Islam telah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas. Dan inilah agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam memerangi bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut. Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, maka tokoh agama Nasrani dengan tegas melarang pembungaan uang. Ajaran tersebut diyakini dan dikembangkan oleh kaum Skolastik yang pemikiran-pemikiran ekonominya masih sangat konsisten dengan ajaran gereja. Dua tokoh Skolastik yang paling terkenal adalah St. Albertus Magnus (1206-1280) dan Thomas Aquinas (1225-1274). Keduanya sangat mengutuk praktik pembungaan uang. Thomas Aquinas dalam Summa Theologia bahkan dengan tegas menyebut orang-orang yang memperanakkan uang sebagai pendosa. Bagi Aquinas memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil dan sama artinya dengan menjual sesuatu yang tidak ada. . Ajaran agama Nasrani yang melarang bunga sampai abad 13 masih menjadi ajaran gereja. Pada akhir abad 13, muncul aliran-aliran baru yang berusaha menghilangkan pengaruh gereja yang mereka anggap kolot, sehingga peminjaman dengan bunga berkembang luas dan pengharaman bunga dari pihak gereja pun makin kabur. Sejak itu praktik bunga merajalela dan dianggap sah di Eropa. Pada masa itu sarjana Kristen melakukan rumusan baru tentang pendefenisian bunga. Bahasan mereka bertujuan memperluas dan melegitimasi bunga. Mereka membedakan bunga menjadi dua, yakni interest dan usury. Menurut mereka interest adalah bunga yang dibolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan (riba). Konsep tersebut semakin berkembang luas, setelah Raja Inggris, yakni Hendri VIII, pada tahun 1545 M mengukuhkan dan mengembangkannya. Ia dengan tegas mengatakan bahwa riba (usury) tidak dibenarkan, sedangkan bunga (interest) dibolehkan asal tidak berlebihan. Gaung Raja Hendrik VIII itu sampai ke Belanda dan Eropa lainnya. Ketika Belanda menjajah Indonesia, mereka menyebar luaskan pandangan Hendrik VIII, selama 350 tahun di Indonesia. Sehingga ada orang Indonesia yang melarang dan menjauhi riba tapi membolehkan dan mempraktikkan bunga. Mereka membedakan bunga dan riba. Padahal bunga dan riba sama saja. Bahkan, ada orang beranggapan bahwa bunga bank yang ada pada masa kini, berbeda dengan riba yang ada pada masa jahiliyah. Riba pada masa jahiliyah diharamkan karena berlipat ganda. Sedangkan bunga bank dibolehkan. Anggapan itu ternyata keliru besar. Kekeliruan itu ditunjukkan oleh hasil penelitian para ekonom dan intelektual muslim terkenal, seperti Prof Dr Muhammad Nejatullah Ashiddiqi, Prof Dr Umar Chapra, Prof Dr MA Mannan, Prof Kursyid Ahmad, serta puluhan ekonom muslim dan nonmuslim lainnya. Para ekonom muslim melakukan penelitian ilmiah secara historis tentang bunga dan riba sepanjang sejarah kehidupan manusia, mulai Yunani Kuno, Roma kuno, Mesopotamia dan Arab Jahiliyah. Dari penelitian historis itu disimpulkan, bahwa sistem bunga, sebenarnya sudah lama ada dalam sejarah kehidupan manusia. Selanjutnya penelitian itu menunjukkan bahwa ternyata bunga dan riba sama saja. Bahkan ditemukan, bunga bank yang ada sekarang lebih dzhalim dari riba jahiliyah. Karena bunga bank sekarang, telah dikenakan pada bulan pertama, sementara riba jahiliyah, bunga belum dikenakan, kecuali pada saat jatuh tempo itu si debitur tak mampu membayar hutangnya, maka pada bulan depan ia harus membayar bunga, karena adanya penangguhan Karena itu para ekonom muslim menetapkan bahwa sistem bunga yang diterapkan dalam bank konvensional saat ini tidak sesuai dengan syariah Islam, karenanya ia harus diganti dengan sistem bagi hasil (mudharabah dan masyarakat dan produk syari’ah lainnya). Penutup Dari uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa bunga telah dilarang dalam peradaban manusia sejak ribuan tahun yang lalu, sejak Yunani kuno, Romawi kuno dan Mesir kuno. Demikian pula agama-agama samawi, seperti Yahudi dan Nasrani. Ulama-ulama OKI yang terdiri dari 54 negara, ulama Rabithah Alam Al-Islami dan seluruh ahli ekonomi Islam dunia, telah sepakat mengutuk dan mengharamkan bunga bank, lalu mengharuskan umat Islam mengembangkan dan mempraktikkan konsep bank Islam, tanpa bunga. Demikian pula Majelis Ulama Indonesia, telah secara tegas mengharamkan bunga bank, dan telah memelopori pendirian Bank Muamalat dan diikuti Bank Syariah Mandiri dan bank-bank syariah lainnya. Karena itu marilah kita secara beramai-ramai menabung dan mendepositokan uang di bank syariah, agar kita terhindar dari dosa riba yang mengerikan dan umat Islam maju dan sukses dunia-akhirat.


Penulis adalah Sekjen DPP IAEI dan dosen Pascasarjana PSTTI UI kekhususan ekonomi dan keuangan Islam.

---
Latihan & Perundingan: www.alfalahconsulting.com 
Perunding, Pensyarah & Motivator: www.ahmad-sanusi-husain.com 
Pelaburan Saham Amanah Islam: www.islamic-invest-malaysia.com

No comments:

Post a Comment